Senin, 08 Agustus 2011

Fenomena Bunuh diri



Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan lagi dengan kasus bunuh diri yang muncul di TV apalagi pelakunya adalah anak yang masih di bawah umur (umurnya sekitar 9 tahun). fenomena ini bukanlah hal yang baru tapi merupakan peristiwa yang selalu terjadi dari satu masa ke masa.

Jauh sebelumnya Emile Durkheim seorang soko guru sosiologi moderen kebangsaan Jerman pada tahun 1951 telah memberikan gambaran penjelasan tentang bunuh diri dalam bukunya suicide. bunuh diri merupakan
sebuah fakta sosial oleh durkheim dikelompokan ke dalam  3 jenis yaitu : bunuh diri egoistik, alturistik dan anomik

Pertama, bunuh diri egoistik biasanya terjadi pada sesorang yang tercerabut pada keadaan sekitarnya atau teralienasi. kehidupan yang sangat individualistik merupakan faktor penyebabnya. tipe ini kebanyakan terjadi di Amerika karena dominan protestan dibanding katolik karena ciri protestan seseorang itu punya kebebasan dan otonomi yang besar.kalau anda pernah mendengar di jembatan San Fransisko, AS hampir setiap minggu ditemukan 5-7 kasus.


Kedua, bunuh diri alturistik terjadi karena masyarakat, lingkungan  atau kelompok terlalu kuat mengikat seseorang. Ini adalah kebalikan dari tipe yang pertama. Bunuh diri jenis ini terjadi kerena seseorang dituntut untuk mengorbankan dirinya demi kebaikan atau kehormatan kelompok yang lebih besar. Bunuh diri para istri ketika suaminya mati di India untuk penganut hindu atau seppuku para samurai di Jepang dikelompokan oleh Durkehim ke dalam jenis ini.

Bunuh diri tipe ketiga disebut bunuh diri anomik karena bunuh diri ini disebabkan oleh sebuah perubahan sosial yang drastis yang mengakibatkan pudar dan longgarnya norma-norma masyarakat. Ketika terpaan ekonomi melanda, sebagai contoh, angka bunuh diri cendrung meningkat karena individu gagal menghadapi perubahan yang cukup drastis yang menimpa dirinya yang tak bisa di atasi dengan sederhana.


Jihad atau martir.
terus bagaimana dengan fenomena bunuh diri para teroris atau jihad atau martir bagi mereka yang marak dalam beberapa waktu terakhir dan masih menjadi laten bisa akan terjadi lagi?. masih kita ingat dari kasus bom legian, JW Mariott, dan beberapa lagi. kematian DR. Azhari dan Nurdin m top bukanlah akhir fenomena bunuh diri teroris dengan simbol agama. masih terdapat kemungkinan sisa-sisa antek penyebar ideologi ini belum mati malah bisa jadi nanti menyeruak kembali,naudzubillah min zalik.

untuk menjelaskan fenomena bunuh diri terorisme di indonesia dengan kaca mata Durkheim bisa dilekatkan dengan gabungan 3 tipe di atas yaitu tipe egoistik, altruistik dan anomik. seorang pelaku yang biasanya disebut pengantin bisa saja dari individu yang tercerabut dari keluarga  atau sosialnya (tipe egoistik), kemudian mengalami himpitan ekonomi yang berat dan mellihat kondisi sosial,budaya yang sudah tergerus nilainya (tipe anomik) sehingga merasa berkewajiban untuk mengorbankan dirinya pada kelompok yang lebih besar yaitu untuk kejayaan islam (tipe altrusitik) setidaknya ini merupakan asumsi dari kaca mata mereka.

analisa Durkheim di atas untuk menjelaskan terorisme di Indonesia dirasa sangat tidak mencukupi. Bunuh diri terorisme adalah fenomena unik baru yang juga butuh pendekatan baru. Tak jarang para teroris merupakan individu  yang dekat dengan masyarakat begitupula pembauranya dalam masyrakat di sekitarnya baik-baik saja, jauh dari kata teralienasi. Banyak diantara mereka juga orang terpelajar dan tidak mengalami masalah ekonomi yang berarti. Mereka mempunyai keluarga yang hangat sebagaimana keluarga lainnya.

Dalam kasus terorisme, motif keagamaan menjadi alasan paling kuat. Para pelaku terobsesi mendapatkan kemulyaan tertinggi dalam hidup dengan meledakan diri. Mereka berharap akan dijemput sepuluh bidadari syurga karena mati sebagai syuhada. Kita hampir tidak bisa menemukan motif individu lain selain motif ingin mati sebagai syuhada. satu hal lainya adalah kebencian yang sangat tinggi pada barat atau AS dan sekutunya karena melihat mereka lah trouble maker  dunia saat ini dimana penzaliman terhadap muslim diseluruh dunia hampir dikatakan sebagian besar karena ulah mereka. Namun persoalanya adalah ternyata yang menjadi korban peledakan diri yang dilakukan teroris adalah warga sipil biasa yang tidak tahu apa-apa. ironis kan?
terserah lah bagi mereka dengan alasanya yang penting kita punya banyak alasan juga untuk tidak sepakat dengan mereka.


tamalanrea,selasa 9 agustus 2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar